Sabtu, 29 Januari 2011

The Dark and The Light Wings (Chapter 9)

Sun Miyoung Story…

“Yoseobie.. kita mau kemana?” tanyaku penasaran. Hari ini sesudah pulang kerja, Yoseob berkata kalau ia akan mengajakku ke suatu tempat. Namun ia masih merahasiakannya, dan ini semua membuatku penasaran.
“Lihat saja nanti.” Terdengar suara Yoseob yang tersirat penuh rahasia.
“Tapi… kenapa mataku harus ditutup seperti ini? Aku kan tidak bisa melihat apapun.” Protesku. Yang membuatku melakukan semua ini hanya tertawa dan mengelus elus kepalaku.
“Tenang saja, Miyoung-sshi. Kau bisa mempercayakan semua penglihatan padaku. Kamu percaya padaku kan?”
Aku mengangguk angguk pelan. Kuraba kanan dan kiriku untuk mengetahui keadaan sekitar. “Kita masih di bus kan? Kenapa rasanya sepi sekali? Yak, mana tanganmu?”
Sesuatu menabrak tangan kananku, sepertinya ini tangan Yoseob. “Nih tanganku, memangnya ada apa?”
“A….. aku ingin memegangnya supaya aku tidak takut.” Ucapku sambil berdebar-debar. “Aku tidak bisa lihat apapun, makanya yang aku percaya hanya tanganmu.”
“Baiklah kalau maumu begitu.” Jawab Yoseob. “Kita sebentar lagi sampai kok, setelah itu kamu baru boleh membuka penutup matanya.”
Aku mengangguk sambil mengelus elus tangan Yoseob dengan sengaja. Hasilnya, ia malah terkikik kikik karena aku memegang sekaligus menggelitiki tangannya.
“Yak, hentikan Miyoung-sshi~~!!! Geli sekali….” Serunya sambil tertawa tawa dan berusaha melepaskan tangannya, aku menggapai gapai untuk mencari tangan atau bagian lain yang bisa aku gelitiki. Namun Yoseob menangkapku dan membekap kepalaku.
“Mwoya? Kenapa kau membekapku seperti ini? Yak, aku sesak napas nih~!!” protesku sambil meronta ronta.
“Ssssssst….. sssssssst….. kita sudah sampai nih, tunggu disini. Nanti aku bawakan tasmu ya?” Yoseob terdengar seperti berdiri dan berusaha mengangkat tas dari pangkuanku.
“Aiii…. Andwaeyo. Bagaimana kalau kamu membantuku bangun dan keluar dari bus ini?” tanyaku sambil berusaha menggapai gapai Yoseob yang entah kemana.
“Kureyo…” Tanganku diambil oleh Yoseob dan ia membantuku berdiri. “Hati-hati, tangganya agak curam.”
Aku mengangguk dan meraba raba tangga dengan kakiku agar aku tak terjatuh, tidak lupa kupegang erat-erat tangan Yoseob untuk berjaga-jaga agar tidak jatuh.
“Nah… jalan sedikit ke kiri…. Eh ke kanan agak banyak, ups… sedikit ke kiri….” Yoseob membimbingku berjalan dengan suaranya. Dalam hati, aku merasa gugup karena takut akan terjadi hal-hal yang tidak kuinginkan.
“Oke, sekarang berhenti disini. Akan kubuka penutup matanya.” Ujar suara di belakang kepalaku. “Buka matamu kalau aku sudah melepaskan penutupnya ya?”
Aku mengangguk dan menunggu Yoseob membuka penutup matanya. Beberapa menit kemudian, penutupnya berhasil terbuka. Aku mengucek ngucek mataku dan saat aku membuka mata…….
Terlihat Bianglala dan Jet Coaster yang sangat besar, ditambah dengan keramaian dan anak-anak kecil yang mengantri di depan pintu masuk.
“Taman ria? Kok tumben kamu mengajakku kesini?” tanyaku heran sekaligus senang.
“Aku ingin mengenalkan noona dengan Minri-sshi dan Sunghyo-sshi. Sekalian kita bersenang-senang, kaja~!!” ajak Yoseob sambil menarik tanganku.

.....

“Annyeonghaseo… oh? Yoseob-sshi, kau membawa seorang yeoja?” tanya seorang yeoja dengan tubuh yang kecil dan rambut pendeknya yang hitam kelam. “Dongwoon mana?”
“Nah, kalau ada yeoja yang mencari cari Dongwoon. Sudah pasti dia Min Minri, dia yeoja chingunya Dongwoon.” Ucap Yoseob dengan gembira.
“Annyeonghaseo, kita bertemu lagi ya.” sapaku sopan. Yeoja yang bernama Minri itu balas menyapa dan mengajakku masuk ke dalam sebuat toko mainan dan pernak-pernik yang dijual di taman ria. Warna-warna pastel dan mencolok seketika memasuki penglihatanku.
“Annyeonghaseo noona.” Kikwang mendekatiku sambil memamerkan senyum menawannya. “Kenalkan, ini yeoja chinguku Park Sunghyo. Dia bekerja di pantai sebagai tukang masak, kau harus mencicipi masakannya noona. Enak sekali~~!!”
Aku membungkuk membalas hormat yeoja itu. “Nee annyeonghaseo… kau bekerja di pantai? Mungkin sekali-sekali kita harus pergi kesana bersama. Bagaimana?”
“Uwooooo… nice idea, unnie~~!” kata yeoja yang namanya Park Sunghyo itu akhirnya berbicara. “Unnie, bagaimana keadaan Hyunyoung?”
“Dia lebih diam sesudah musim dingin. Tapi Hyunseung selalu berhasil membuatnya tertawa dengan pikirannya yang selalu out of the box.” Jelasku. “Dia belum pulang ke rumahnya?”
Sunghyo menggeleng, “Hyunyoung masih belum memaafkan Doojoon oppa. Yah, mereka ada sedikit masalah pribadi antar keduanya. Mungkin hanya aku dan Junhyung oppa yang tahu, ia tidak ingin yang lainnya khawatir.”
“Kureyo….” Jawabku sambil mengangguk angguk. “Oh iya, mana namja chingu mu? Sepertinya dia menghilang bersama Yoseob.”
“Ada apa noona? Dari tadi aku disini bersama Minri.” Sahut Yoseob yang ternyata memang bersama Minri. “Kaja, kita jadi naik wahana kan?”
“Sekarang?” tanyaku sambil menengok nengok ke arahnya. “Baiklah Sunghyo-ah, aku main-main dulu ya. lain kali, ajak kami ke pantaimu, oke?”
“Oke.” Jawab Sunghyo sambil mengantarkanku menuju kea rah Yosoeb.

.....

“Huaaaaah yang tadi seru sekali ya.” jawab Yoseob sambil tertawa-tawa. Aku mengangguk mengiyakan pernyataannya sambil menggigit gulali yang baru saja aku beli. Yoseob menggandeng tangan kiriku sementara tangan kananku sibuk memegang gulalinya. Kami seperti tertukar umur, padahal Yoseob lebih muda dariku. Tapi kini malah aku yang terlihat lebih muda darinya.
“Yak, jagiya. Bagi gulalinya dong. Masak dari tadi kamu terus yang makan?” tiba-tiba Yoseob menarik tangan kananku dan menggigit gulalinya. Aku sempat terkejut karena tadi ia memanggilku jagiya. Ia tidak pernah memanggilku seperti itu sebelumnya.
“Yo… Yoseobie…. Kau membuatku kaget.” Jawabku terbata-bata. Mukaku panas sekali karena kelakuan Yoseob barusan. Tapi aku senang~~
“Mianhae noona.” Jawab Yoseob yang lagi-lagi membuatku berdebar-debar, ia menarik lenganku agar jarak kami lebih dekat. “Kemarilah noona, kita kan couple. Kenapa jarakmu denganku jauh-jauh sih?”
“Hahahaha mu… mungkin aku belum terbiasa. Mianhanda Yoseobie.” Jawabku yang lagi-lagi gugup.
Bisa kurasakan wangi Yoseob yang tertiup oleh angin musim semi malam ini, benar-benar menyejukkan dan membuat hatiku senang. Apalagi bersama namja chinguku, seakan hidupu sudah sempurna.
“Gomawo… hari ini aku senang sekali.” Ucapku pelan. “Kau benar-benar malaikat bagiku.”

~~~~~

Shin Hyunyoung story…..

“Tidak bisakah kamu memaafkan aku Hyunyoung-sshi? Aku sudah tidak melakukan apapun dengan noona atau yeoja lain. Aku tidak bohong, aku bekerja keras di pantai bersama Junhyung. Hajiman…. Kenapa kau tidak ingin pulang. Aku aku begitu dosanya sehingga kamu tidak mau memaafkan oppamu?”

Tangan siapa ini? Kenapa halus dan…. Besar sekali. Apa ini Doojoon oppa?
Pelan pelan kubuka mataku dan……. Oh, siapalah dia? Apa dia malaikat bersayap putih? Kenapa rasanya silau sekali?
“Hyunyoung-sshi… kau kelelahan ya?” ucap sosok itu. “Apa aku harus membuatkanmu air panas atau memasakkanmu sesuatu? Apa aku harus melakukan sesuatu untukmu?”
Kukerjap-kerjapkan mataku dan mulai menyadari… bahwa sosok tadi adalah Hyunseung oppa!
“Oh, annyeonghaseo Hyunseung oppa. Kenapa kau berada disini? Mana Sunghyo?” aku berusaha bangkit dari tidurku, sekaligus menjauhi wajah Hyunseung oppa yang sangat dekat dengan wajahku barusan.
“Sunghyo menginap di rumah Kikwang, jadi aku berinisiatif untuk menemanimu malam ini. Tidak apa-apa kan?” jawab Hyunseung oppa. Aku mengangguk angguk pelan menjawab pertanyaannya barusan.
“Oh daebak~!! Untunglah kita bisa berdua saja kali ini.” Jawab Hyunseung oppa sambil tersenyum.
“Em… memangnya kenapa kalau hanya berdua saja?” tanyaku was-was. Meskipun Hyunseung oppa orang baik, kemungkinan namja melakukan sesuatu kalau hanya sedang berdua dengan seorang yeoja pun…. Bisa terjadi kapanpun dimanapun *bad thinker*
“Tidak apa-apa sih. Kita jadi bisa mengobrol sampai tertidur.” Jawab oppa dengan wajah polosnya. “Apa tetangga akan menganggap kita melakukan sesuatu yang tidak-tidak?”
Aku menggaruk garuk kepalaku, lagi-lagi pikiran Hyunseung oppa yang 4D muncul lagi, “Tentu saja. Kita kan hanya berdua, berbeda jenis kelamin lagi.”
“Jadi kalau begitu… aku salah ya kalau kesini? Apa aku harus pulang?” tanya oppa lagi. Astaga, kenapa disaat saat seperti ini aku harus menjawab semua pertanyaan simple yang ia buat sih?
“Ti.. tidak usah dipikirkan, oppa. Kikwang-sshi juga selalu menghabiskan waktu dengan Sunghyo disini. Yasudah, bisa buatkan aku teh hangat atau mie instan? Aku sangat lapar.”
Ia mengangguk dan pergi ke dapur. Aku menghela napas panjang panjang, jantungku berdebar cukup kencang dan kepalaku jadi pusing karena keberadaan namja yang aku sukai itu. Segera kurapihkan tempat tidurku dan keluar untuk menyetel televisi. Dari ruang TV, kulirik Hyunseung oppa yang masih sibuk dengan masakannya *mie instan*
“Oke, ini mie nya. Maaf menunggu lama.” Ia menghidangkan mie buatannya dengan bangga. Tapi…. Apa ini? Kenapa tidak ada kuahnya sama sekali? Dan…. Kenapa warna mie nya pucat sekali?
“Apa ini mie rebus? Kenapa tidak ada kuahnya?” tanyaku sambil berantisipasi dengan pertanyaan 4D yang dilontarkan oleh oppa yang satu ini.
“Ini mie rebus kok, tadi aku sudah menambahkan kuah sedikit.” Jawabnya sambil melongok mangkuk di depanku. “Mwo? Kenapa airnya bisa hilang ya? apa aku terlalu sedikit menambahkan air panasnya ya? kalau begini… bakal terlalu asin ya?”
Aku tertawa hambar karena pertanyaan 4D dari Hyunseung oppa. “Lupakan saja, lah…. Aku akan memakannya oppa.” Jawabku. Ketika kukunyah satu suapan, astaga…. Mie ini benar-benar asin~~!!
“Eh, apa rasanya terlalu kuat untukmu?” tanya Hyunseung oppa yang sepertinya sudah bisa membaca ekspresi wajahku “Apa aku harus mengambilkan nasi untukmu?”
Aku mengangguk cepat karena isi mulutku menjadi sangat asin sehingga rasanya aku sampai tercekik, “Oia, sekalian aku minta minum ya oppa.” Tambahku.
Saat oppa pergi ke dapur, bisa kulihat sebuah gambar besar di punggungnya. Seperti sebuah tattoo dengan tinta merah. Dan sebuah garis besar berwarna merah menyala yang mencuat di balik kerah bajunya yang transparan. Tattoo yang sepertinya mirip dengan tattoo milik Doojoon oppa.
“Ini, nasi dan air minumnya.” Ucap Hyunseung oppa sekembalinya dari dapur. “Apa kau butuh sesuatu lagi?”
“Aniiyo, gamsahabnida oppa.” Aku menyendok nasi dari piring dan memindahkannya ke mangkuk. “Apa oppa mau satu suap? Kalau ditambah nasi jadi enak sekali loh. Mau coba?”
Hyunseung oppa mengangguk dengan antusias. Aku mulai mencampur nasi dengan mie keasinan itu, menyendoknya, lalu menyuapkannya ke Hyunseung oppa. Saat ia mulai mengunyah, mata sipitnya tiba-tiba melebar seperti terkejut.
“Astaga, ini enak sekali biarpun asin~!! Mie buatanku sangat jjang~!! Daebak~!!” pujinya pada diri sendiri. Aku tersenyum sambil melanjutkan makan malamku dan sesekali menyuapi Hyunseung oppa. Alhasil, mie keasinan itu habis tak bersisa.
“Oppa… aku ingin menanyakan sesuatu. Tapi… jangan marah ya. aku hanya penasaran.” Ucapku. Kali ini aku memang benar-benar berniat untuk menanyakan tattoo yang terukir di tubuhnya, semoga saja ia mau menjelaskannya padaku. “Yang di punggung oppa itu…. Tattoo kan?”
Wajah ceria oppa berubah menjadi bingung dan canggung setelah aku menanyakan hal itu. Ia meraba-raba punggungnya dan seketika wajahnya jadi merah, “apa…. Kau selalu melihat gambarnya setiap kali aku bertemu denganmu?”
Entah kenapa tiba-tiba cuaca menjadi dingin, dan hujan mulai turun setalah Hyunseung oppa mengucapkan hal itu. “Tidak terlalu… aku hanya melihat ujung dari tattoo itu di tengkukmu. Aku rasa gambarnya sama dengan punya Doojoon oppa, namun berbeda warna beda karena punya beliau warnanya hitam.”
“Kau sudah pernah melihat punggung telanjang Doojoon?” tanya Hyunseung terkejut. Lalu kemudian ia tersenyum lembut. “Yah…. Mungkin tattoo ini menunjukkan kalau kami bukan manusia.”
“Eh…. Maksudnya bagaimana?” tanyaku mulai bingung. “Apa maksudmu kalau kalian bukan manusia?”
Hyunseung oppa menggeleng pelan, lalu tiba-tiba ia menarik tubuhku sehingga jarak kami menjadi sangat dekat, “Nee… bagaimana kalau gambar yang ada di punggungku ini menunjukkan bahwa aku… bukan manusia biasa?”
Wajahku mulai memanas, jantungku berdetak kencang, dan kepalaku menjadi lebih pening daripada sebelumnya saat kuliaht pandangan mata Hyunseung oppa yang terlihat khawatir. Seakan akan aku telah membocorkan rahasianya.
“Bagaimana kalau seandainya aku… Jang Hyunseung, bukan manusia? Apa kau masih mau berteman denganku?” tanya oppa lagi. Nafasnya mengusap pipiku berkali-kali, apa aku harus menjawabnya secara jujur?
“A…. aku tak peduli mau oppa itu alien, setan, atau apalah itu.” Aku menyamankan posisiku yang kini semakin dekat dengan Hyunseung oppa. Dan entah dari mana keberanianku muncul, aku mengecup sekilas bibir Hyunseung oppa pelan dengan bibirku. “Nega joahaeyo, Hyunseung oppa. Aku ingin oppa jadi…. Segalanya untukku.”
Wajah Hyunseung oppa memerah. Lalu ia memelukku kuat-kuat, dan saat ia memelukku.. terasa sesuatu yang besar hendak muncul dari punggungnya. Bajunya robek hebat dan cahaya besar tiba-tiba menyeruak dari punggung oppa, cahaya itu memudar… memudar… dan…. Muncullah sayap putih di balik sinarnya.
“Hyunyoungie… aku bukan manusia. Aku sebenarnya adalah malaikat sayap putih, tattoo di punggungku adalah symbolku, identitasku sebagai the light wing” ucapnya dengan wajah serius. “Mendengar ucapanmu tadi…. Rasanya aku yakin bahwa takdirku adalah kamu. Nado saranghaeyo, my destiny…..”
Hyunseung oppa menarikku dan mencium bibirku, dan sayap putihnya melengkung seakan akan menutupi dan melindungi kami berdua….

Bersambung..

Jumat, 14 Januari 2011

The Dark and The Light Wings (Chapter 8)

Son Dongwoon story…

“Jagiya….” Yeoja chingu ku melingkarkan lengan kurusnya di leherku. “Sudah jam berapa ini? Kok kamu sudah bangun?”
Aku menarik tangannya dan menciumnya sekilas. “Ini sudah jam 6 pagi, noona. Kamu tidak berangkat kerja? Ini kan sudah hari Senin.”
“Nee, sebentar lagi mungkin. Aku mau mandi dulu.” Noona mengangkut selimut untuk menutupi tubuh setengah telanjangnya, “Aku jadi tidak bisa berkata apa-apa sejak kamu berubah menjadi sayap putih. Kamu membuatku takluk dan tak berdaya, jagiya. Sikapmu malah cocok sebagai sayap hitam.”
Aku menghampirinya dan menciumi leher belakangnya sebelum ia keluar dari kamar, “Mmmmmm…. Entah kenapa aku sangat senang bermain main dengan jagiya. Alhasil kita jadi selalu menghabiskan malam bersama, gwechana… kita kan menjadi semakin dekat seperti ini.”
Noona mengangguk sambil menikmati ciuman yang kuberikan di lehernya. “Dongwoon… kamu sudah mandi ya? wangi sekali, kulitmu juga dingin.”
“Nee, aku harus berangkat pagi hari ini.” Ucapku sambil membalikkan tubuhnya hingga kini noona menghadapku, “Pasti akan banyak cerita di midimarket. Aku tidak ingin melewatkannya jagiya.”
“Arraseo, tinggalkan saja kunci apartemennya. Nanti jemput aku ke taman ria ya, supaya aku bisa memberikan kuncinya padamu.”
Aku mengangguk sembari menelusur bibirnya dan mengecupnya lembut terus menerus. Bisa kurasakan tangan noona menjelajah punggungku, menjelajah garis-garis pada symbol baruku…

.....

“Yoseobie… berhenti menatapiku seperti itu terus, aku malu~~” keluh Miyoung noona segera sebelum aku menyapa mereka semua. Yoseob hyung hanya tertawa tawa di balik meja kasir, lalu memandangi Miyoung noona lagi.
“Yak~~!! Andawae Yang Yoseob!!” pekik Miyoung noona panik, “Aku bilang kan jangan….. oh, Dongwoon-ah, annyeonghaseo~~ selamat pagi.”
Aku tersenyum melihat tingkah laku dua orang ini. Padahal jarak mereka cukup jauh, dan mereka saling meledek disaat jam kerja seperti ini? Hem, pasti ada sesuatu.
“Selamat pagi, Arabian namja. Ppali, ganti bajumu dan segera urus rak-rak mu disana.” Perintah hyung. “Jangan lupa dihitung stock barang yang masih banyak dan yang tinggal sedikit, jadi aku bisa telpon agennya untuk menambahkan barang lagi.”
“Aish hyungnim, aku baru saja sampai dan kau sudah memerintahkan banyak tugas untukku.” Aku melirik rak yang biasa dikerjakan oleh Hyunyoung noona dan tidak menemukannya disana. “Oh, apa Hyunyoung noona belum datang?”
Kling kling~~ bel midimarket berdenting saat pintu masuk dibuka. Terdengar suara Hyunyoung noona yang menyapa pekerja lain, lalu saat ia berjalan ke ruang ganti…. Kenapa ada yang aneh ya dengan dirinya?
“A… annyeong Dongwoon-ah.” Sapa Hyunyoung noona dengan mata yang bengkak, hidung yang merah, dan suara yang serak. Ada apa dengannya?
“Annyeonghaseo noona. Ada apa denganmu?” tanpa basa basi, aku segera menanyakan keadaan noona yang sepertinya tidak baik hari ini.
Tapi ia hanya menggeleng dan menundukkan wajahnya, “Aniimnida. Aku pakai duluan ya ruang gantinya.” Jawabnya pendek.
Astaga, ada apa dengan Hyunyoung noona?

~~~~~

Yong Junhyung story…

“Junhyung oppa, selamat tahun baru~~~!!!!”
Sunghyo melemparkan confetti di depan wajahku. Membuatku terkejut dan rasanya mau berteriak saking kagetnya. Tapi aku senang dan berharap semoga di tahun yang baru ini semua kegiatanku berjalan dengan lancar.
“Selamat tahun baru.” Jawabku datar. Kuambil celemek dan langsung memakainya. Tidak lupa kunyalakan kompor untuk memanaskan minyak, “Bagaimana Kikwang? Dia sudah sehat?”
“Sudah kok, hari ini dia sudah masuk kerja.” Jawab Sunghyo sambil mengepalkan beberapa nasi untuk para konsumen kalau-kalau nanti ia tidak sempat. “Bagaimana dengan Hyunyoung?”
“Aish… saat malam tahun baru kemarin, aku keduluan Hyunseung saat ingin mengajaknya jalan-jalan.” Jawabku agak depresi. “Tapi aku yakin suatu saat nanti pasti aku punya kesempatan untuk mengajaknya jalan-jalan.”
“Baguslah, positif thinking itu perlu.” Jawab Sunghyo sambil masih sibuk dengan nasinya yang mengepul ngepul hangat. “Aku jadi kangen pantai, semoga saja musim dingin cepat berlalu dan musim semi segera datang. Aku ingin sekali memasak seafood dan melihat Junhyung dan Doojoon oppa berkeliling dengan pelampung. Pasti akan terlihat bagus, haha.”
“Aish, aku harap pihak pantai menyediakan mobil untuk para penjaga pantai. Capek sekali harus jalan-jalan sepanjang pantai jikalau sedang evakuasi.” Keluhku sambil menceburkan kentang beku perlahan ke dalam minyak panas. “Lihat saja nanti. Aku akan terus mengajak Hyunyoung ke pantai untuk menemaniku setiap Sabtu atau Minggu, dan semoga saja ia mau menerima ajakanku.”
“Tentu saja ia mau, tapi jangan terlalu memaksa. Nanti dia akan merasa tidak senang.” Jawab Sunghyo. “Eh? Ada apa dengan pelipismu oppa? Banyak sekali urat yang menonjol keluar. Apa kau sedang menahan emosi?”
Aku meraba kedua pelipisku yang memang penuh dengan urat-urat yang bertonjolan. Rasa sakitnya mulai terasa lagi, “Aniiyo, aku tidak sedang menahan marah. Urat-urat ini sudah aja sejak kemarin malam, sumpah rasanya sakit sekali. Untung saja aku masih kuat berjalan, kalau tidak mungkin aku akan bolos kerja.”
“Apa kau merasa pusing oppa?” Sunghyo menghampiriku dan memberikanku satu kursi untuk duduk. “Kalau tidak bisa bekerja, tidak usah dipaksakan.”
Aku menggeleng dan menghapus keringat yang bercucuran setelah rasa sakit dan pusingnya menghilang, “Aniiyo, sakitnya datang dan pergi. Semoga aja aku kuat menahannya.”
Sunghyo meraba pelipisku dengan wajah yang khawatir, “Kau sering sekali mengalami sakit kepala seperti ini oppa. Apa kau punya suatu penyakit atau apa begitu?”
Aku menggeleng, “Di kasusku, aku mulai merasakan sakit kepala kalau ada seseorang yang kuanggap penting sedang terluka perasaannya, atau karena ia sedang dalam bahaya.”
“Jinjjaeyo? Apa cuman sayap hitam saja yang bisa merasakannya?” tanya Sunghyo ketakutan. “Semoga saja Kikwang tidak mengalami hal yang sama seperti oppa. Jadi.. ada apa dengan Hyunyoung?”
“Sayap hitam yang tidak bersalah, tidak punya masalah kesakitan seperti ini. Cukup beruntung.” Aku tersenyum kecut mendengar perkataan Sunghyo, “Masalah Hyunyoung.. aku tidak tahu. Tapi aku rasa ia sedang sedih dan kecewa karena sesuatu.”
Sunghyo menunjukkan wajah terkejutnya setelah mendengar perkataanku, “Jeongmal? Apakah mungkin itu karena perbuatan Hyunseung oppa?”
“Harrrrrgh, sudahlah jangan bawa-bawa namanya lagi.” Jawabku ketus sambil mencoba bangkit dari kursi “Si polos itu tidak mungkin membuat Hyunyoung sedih. Ia terlalu polos, karena itu ia menjadi sayap putih.”
“Kureyo…. Mungkin karena ulah orang lain.” Ucap Sunghyo. “Ayo kita bekerja dulu, karyawan lain sudah datang. Kita tidak mungkin bisa membicarakannya secara bebas kan?”

~~~~~

Yoon Doojoon story..

Kemarin..

“Hyunyoungie.. buka pintunya. Jebal, aku mau bicara.” ucapku meminta dengan frustasinya. Bisa kudengar Hyunyoung menangis terisak isak di dalam kamarnya, namun tetap kuketuk pintu kamarnya berkali-kali agar aku bisa menjelaskan semuanya.
“Hyunyoungie…. Hhhh….. baiklah, aku akan menjelaskan semuanya kalau kau membuka pintunya.” Ucapku dengan mata berkaca-kaca. Aku sangat frustasi karena baru pertama kali kulihat Hyunyoung sedih dan menangis karena kelakuanku.
“Hyunyoungie~~!!!” aku tidak bisa menahan emosi dan kesedihanku, sehingga aku tak sengaja berteriak memanggilnya. “Jebal, jangan lakukan hal seperti ini. Kumohon~~ tolong buka pintunya.”
Tubuhku lemas sekali saat aku menunggu Hyunyoung yang tak kunjung membuka pintu, aku memutuskan untuk duduk di sebelah pintu kamarnya. Mungkin sampai besok pagi, sampai ia mau mendengarkan dan memaafkanku.
Beberapa menit kemudian, sebuah kertas kecil melayang dari bawah pintu kamar Hyunyoung. Kuambil dan kubaca isinya.

Mianhamnida… untuk saat ini aku tidak ingin bicara dengan oppa terlebih dahulu. Tidurlah dan jangan pikirkan apapun untuk membuatku mendengarkan alasanmu, karena aku memang tidak akan mendengarkannya…

.....

Keesokan paginya..

Kulihat Hyunyoung yang sedang memasak sesuatu di dapur, padahal aku sudah memasakkan makanan kesukaannya. Tapi ia tak menyentuhnya sekalipun, mungkin ia masih marah padaku.
Saat ia sudah selesai memasak dan hendak pergi ke ruang makan, aku menghalaunya di balik pintu dapur. Terlihat jelas di matanya kalau ia masih kesal denganku.
“Yak…. Aku sudah masak banyak untukmu, kenapa kau masak sendiri?” tanyaku. Tapi ia tak menjawabnya, lalu memaksa keluar dan duduk di ruang TV memakan masakannya.
Saat ia sedang memakan makan paginya, aku mulai berbicara baik-baik tentang semua yang terjadi malam kemarin, “Kuremyon…. Kemarin malam itu, murni ketidak sengajaanku. Aku tidak menyangka kalau noona di sebelahku bukan hanya mengajakku makan malam, yah… kamu berbincang sebentar… lalu kami menonton TV bersama, lalu tiba-tiba ia memelukku… lalu menciumku, dan… dia mengajakku ke kamarnya, dan…..”
Tiba-tiba Hyunyoung membanting piring plastik yang ia gunakan untuk makan. Reaksinya membuatku terkejut luar biasa, namun tak ada yang bisa kulakukan selain menatapinya yang sedang menunduk dan pundaknya bergetar getar kecil. Aku tahu ia akan marah, tapi aku tidak tahu kalau ia akan memperlakukanku seperti ini. Dan ini membuatku frustasi.
“Oppa sudah baca kan catatan dariku kemarin malam?” tangannya mengusap sesuatu di wajahnya yang kupikir air mata. “Aku tidak minta alasan oppa dan tidak akan mau mendengarnya. Aku berangkat.”
Ia bangkit mengambil tasnya dengan wajah menunduk, lalu menutup pintu depan. Kulihat piring bekas makannya yang masih tersisa banyak sekali. Mungkin ia hanya makan 4 atau 5 sendok makan.
Aku membereskannya dengan tangan yang gemetaran. Apa yang kau lakukan Doojoon? Sampai-sampai kau membuat Hyunyoung seperti ini. Ah… mianhanda Hyunyoung.

~~~~~

Shin Hyunyoung story…

Aku masih tidak percaya… begitu cepat oppa melupakan unnie, sehingga ia melakukan hal itu..
Aku tahu hidup harus terus berjalan, tapi… aku tidak cukup siap untuk saat ini…
Sangat menyedihkan, apalagi saat kulihat oppa menggenggam uang dari wanita itu...
Benar-benar belum bisa kuterima, sifat oppa yang sekarang…


“Doojoon oppa menjadi gigolo? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Sunghyo yang tadi ke midimarketku bersama Junhyung oppa. Entah kenapa aku merasa aneh. Mereka selalu ada disaat aku sedang sedih, tapi tidak sebaliknya. Sebenarnya aku cukup bersyukur, tapi semua ini terasa ganjil saja.
“beliau menerima uang yang diberikan unnie tetangga sebelah, tepat di depan pintu rumah mereka.” Aku menjelaskannya dengan hati berat dan mata yang yang bengkak sehabis menangis. “Unnie itu hanya memakai pakaian dalamnya, dan baju oppa berantakan. Sungguh aku tidak bisa terima.”
Sunghyo mengelus elus pundakku seraya berkata. “Baiklah, kalau mau kau menginap saja disini untuk menenangkan pikiranmu. Oh, Junhyung oppa sudah datang. Yak oppa, katanya tadi kau ingin bertemu Hyunyoung. Kenapa kau malah meninggalkannya??”
“Aku pulang kerumahnya dan membawakan beberapa pakaiannya. Aku juga sudah izin kepada hyung supaya tidak membuatnya khawatir.” Ujar Junhyung oppa yang menaruh tas besar penuh baju di dekatku, dan tiba-tiba menarik tanganku untuk mengikutinya.
“Hyunyoung-sshi, kaja… ikut aku sebentar.”

.....

Junhyung oppa membawaku ke dekat danau disekitar rumahnya. Pemandangannya begitu pucat karena hawa-hawa dingin yang berhembus disekitar kami, tapi aku menyukainya.
“Apa…. Kau tidak akan memaafkannya?” tanya Junhyung oppa tiba-tiba. Aku memandangi mata kecilnya yang menyipit dan bibirnya yang entah kenapa terlihat manyun.
“Molla… mungkin bukan sekarang.” Jawabku singkat. “Aku hanya tidak suka…. Kalau ia mau melakukannya dengan para yeoja hanya karena upah, bayaran, atau uang.”
Junhyung oppa masih menatapiku dengan pandangan memicingnya, “Hajiman…. Sebenarnya kau marah karena masalah hati kan? Kau takut hyung melupakan perasaannya terhadap Hyunri-sshi kan?”
Aku tertegun mendengar ucapan oppa barusan. Darimana ia tahu kalau aku memikirkan hal itu? Tapi yang bisa kulakukan hanya mengangguk angguk pelan sambil tetap memandang lurus kea rah danau.
“Hyunyoung-sshi…. Doojoon hyung memang tidak sengaja melakukannya. Ia akan melakukannya kalau situasi memang sedang terhambat. Misalnya masalah keuangan.” Junhyung oppa mendekatkan jarak berdirinya ke arahku dan mulai bicara lagi. “Tapi dihatinya hanya ada Hyunri-sshi dan kamu… karena dia sudah menganggapmu dongsaeng kandungnya. Hyung tinggal sendirian disini, ia diusir dari apartemennya. Ia tidak mungkin tidak peduli padamu, buktinya ia sengaja tinggal dirumahmu. Supaya kamu tidak kesepian lagi.”
“Aku tahu, pekerjaan itu memang kotor. Tapi… hanya itu yang bisa ia lakukan kalau pantai sedang libur, ia tidak ingin berdiam diri saja sementara kamu bekerja. Dia juga ingin melakukan sesuatu untukmu, dia ingin bertanggung jawab tentangmu.”
Tidak terasa airmataku jatuh lagi, benar-benar sangat rumit perasaanku saat ini, “Apa aku terlalu egois karena tidak mau mendengarkannya saat ini? Sungguh, aku tidak ingin mendengarkan alasan Doojoon oppa… karena aku tidak sanggup mendengarnya.”
“Kenapa kau tidak sanggup mendengarnya?” tanya Junhyung oppa lagi.
Aku terdiam lagi memandangi danau dengan air yang tenang meskipun angin menghembus begitu parah. Bisakah perasaanku yang sedang galau ini menjadi setenang danau itu?
“Mollaeyo…. Aku, hanya belum bisa menerima saja.” Jawabku. “Oppa bilang dia tidak mencari pekerjaan si musim dingin karena dia banyak acara dengan teman-temannya, tapi ternyata dia bersenang-senang dengan para omoni atau noona. Menurutku, ia sama saja mengkhianatiku. membohongiku”
“Yak, jangan bilang begitu… ia tidak selalu melakukannya kok. Yang aku tahu, ia baru menghabiskan waktu dengan 3 noona. Jadi bukan masalah besar kan?” ujar oppa. “Kalau perlu, kau nasehati saja dia. Ah.. mungkin tidak usah, mungkin dia akan segera mencari pekerjaan atau berhenti melakukannya karena aksi mogok bicaramu ini. Hehehehe.”
Tawa Junhyung oppa menulariku sehingga aku terkikik tanpa sengaja. Hari ini Junhyung oppa benar-benar seperti malaikat buatku, ia mendengarkan ceritaku dan menasehatiku untuk melakukan yang sebaiknya kulakukan.
“Jeongmal gomawo oppa… mungkin aku akan kembali pulang. Tapi tidak sekarang, aku masih marah dengannya.” Jawabku penuh semangat. “Mungkin aku kembali saat musim semi tiba. Tolong jaga beliau ya.”
“Musim semi? Itu kan lama sekali.” Ucap Junhyung oppa terkejut… “Hajiman… gwechana, kamu bisa pulang kapan saja kok. Pasti hyung akan selalu menerimamu.”
“Ya… molla, tunggu saja sampai situasinya berubah.” Jawabku mantap. “Benar kan op…..”
Ucapanku terhenti saat kurasakan tangan Junhyung oppa memeluk pundakku dari belakang. Ia memutar tubuhku dan mulai memperhatikan wajahku.
“Sudah kuduga…. Kantung matamu membengkak dan menghitam. Kamu terlalu banyak menangis hari ini, berhentilah jadi yeoja cengeng.”
“Mwo? Aniiyo… aku tidak cengeng, hanya kali ini saja aku merasa sangat terpukul, weee.” Aku memeletkan lidah kepada oppa, dan ia hanya tersenyum tipis sambil memencet mencet kantung mataku yang menebal. Namun tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh hidungku…
“Owaaaah, salju…” jawab Junhyung oppa sambil menghapus serpihan di hidungku dengan pandangan terpukau. “ppali ppali, pakai syalku saja sini. Nanti kau kena flu.”
Junhyung oppa melingkarkan syal tebalnya di leher hingga hidungku, sehingga jarak kami jadi sangat dekat dari yang awal. Ia tak berhenti menatapiku sehingga aku menjadi gugup dan salah tingkah.
“Op.. oppa?” ucapku gugup. “Sebaiknya kita segera ke rumah Sunghyo saja. Daripada kita disini terus, nanti kita bisa masuk angin.”
Tapi yang Junhyung oppa lakukan hanya memegangi pundakku seraya berkata. “Aku ingin menikmati moment ini sebentar. Tidak apa-apa kan?”
Tak kusangka, Junhyung oppa menarikku ke dalam pelukannya dan ia memegangi puncak kepalaku lembut. Pelukannya begitu hangat, namun terasa berbeda dengan pelukan yang pernah kurasakan sebelumnya. Perasaan apa ini?
“Hhhhh Hyunyoungie… kau selalu membuatku sakit kepala kalau kau sedih.” Ujar Junhyung oppa. “Kau tahu kan semua orang yang hidup di sekitarmu itu sangat mencintaimu? Makanya jangan terlalu banyak bersedih ya?”
“Nee oppa, mianhaeyo…” tanganku mulai merambat ke pinggang atas oppa, membalas pelukannya..

Bersambung..

Sabtu, 08 Januari 2011

The Dark and The Light Wings (Chapter 7)

Shin Hyunyoung story…

“Apa kita harus mengikuti mereka terus?” tanya Hyunseung oppa. “Aku capek sekali, mau makan~~”
“Tunggu sebentar ya oppa, lagi seru nih.” Ucapku sambil mengelap keringat. Sangat menyebalkan harus bersempit sempitan di dalam rumput seperti ini, dan jantungku dari tadi berdebar debar karena Hyunseung oppa terus2an bertanya tentang apa yang kita lakukan kali ini. Tidak kuduga, ternyata dia terlalu polos dan selalu bertanya kalau ada yang masih belum ia mengerti.
“Tapi aku sangat lapar, ottokke?” keluhnya lagi. Ia terus2an membuat gerakan sehingga kerap kali kami tidak sengaja melakukan kontak fisik, membuatku rasanya ingin menjerit.
“Tungguh sebentar ya op…. auch~~!!” pekikku karena ada ranting kecil yang tidak sengaja kududuki. Saat itulah aku tersadar kalau ternyata keberadaan kami sudah diketahui oleh Yoseob.
“Yak Hyunseung hyung, Hyunyoung-sshi~~!!! Sudah kuduga kau mengikuti kami ya??”

.....

“Nah oppa, kenalkan. Ini rekan kerja baru sekaligus karyawan terbaik bulan ini, Sun Miyoung unnie.” Aku memperkenalkan oppa kepada unnie. Mereka bersalaman dan saling menyapa satu sama lain.
“Kalian sedang jalan-jalan kesini? Tumben sekali.” Celetuk Yoseob. “Wah hyung sekarang sudah berani ya mengajak Hyunyoungie kencan?”
Wajah Miyoung unnie berubah menjadi antusias seperti Yoseob, “Mwo? Jadi Hyunseung-ah ini namja chingu mu? Omo….. kok kau tidak bilang sih kalau kau punya pacar?”
Jantungku rasanya melejit lagi mendengar komentar mereka berdua, aduh bagaimana ini? “Aniiyo… kami hari ini ingin jalan-jalan keliling kota, lalu kami tidak sengaja melihat kalian berdua mau naik bis. Jadi kami ikuti saja. Hehehehe.” Jawabku berkiprah. “Benar kan oppa?”
Hyunseung oppa mengangguk angguk dengan polosnya. Syukurlah aku tidak terjalin skandal dengan oppa kali ini hehe *jadi biasanya terjalin gitu?*
“Lalu… kalian mau kemana sekarang?” tanyaku memecah suasana yang terasa sangat canggung. Namun Yoseob dan Minyoung noona hanya menggeleng dengan wajah polos mereka. Aih, benar2 pasangan yang cocok.
“Hyunyoungie… kau bilang tadi Kikwang masih sakit kan ya?” ucap Hyunseung oppa tiba-tiba. “Bagaimana kalau kita jenguk dia saja? Mungkin saja ia sedang sendiri di apartemennya. Kita bawakan dia oleh-oleh yang banyak.”
Aku mengangguk, “Ide bagus. Unnie kan belum kenal dengan Kikwang, mungkin saja mereka bisa berteman baik.”
“Nee.” Jawab Yoseob. “Kikwang itu adalah teman kami sejak SMA, noona.” Ia menjelaskannya kepada unnie.
“Oh baiklah kalau begitu. Kedengarannya temanmu itu namja yang menyenangkan.” Jawab unnie antusias. “Kaja, kita beli oleh-oleh dulu. Bagaimana kalau kita berpisah lalu kembali kesini lagi dan segera berangkat bersama?”
Hyunseung oppa lagi-lagi mengangguk dengan polos. Lalu mereka meninggalkan kami berdua dengan suasana yang masih kaku karena kontak fisik yang kerap kami lakukan tadi.
“Oh…. Mereka berangkulan. Manis sekali ya.” jawab Hyunseung oppa sambil mengeluarkan senyumnya polosnya. Wajahku rasanya panas setelah ia mengatakan hal itu. Oppa, bisakah kita melakukannya juga sembari kita mencari oleh-oleh untuk Kikwang-sshi? *agak ngarep*

~~~~~

Lee Kikwang story..

From: My little doll

Yeobo, mianhae aku tidak bisa menemanimu hari ini. Rumah kosong dan aku ditinggal sendiri. Sekali lagi, Mianhae. Love you :*


Aku berusaha bangkit pelan-pelan dari kasurku. Astaga, bulu putih yang masih tersisa di punggungku luruh lagi digantikan bulu hitam yang baru. Aku bercermin dan melihat rambutku kini berwarna hitam kemerahan, kulitku menjadi kecoklatan dan beberapa garis merah yang dulu terlukis di punggungku kini sukses digantikan dengan gambar hitam yang sama indahnya.
“Untung saja Sunghyo sudah memberikan surat izin untuk cuti selama 2 minggu. Ternyata proses pemulihannya makan waktu juga ya.” ujarku pada diri sendiri. Kini aku mengambil salah satu baju di lemari dan mencoba memakainya, huff…. Rasanya dingin sekali setelah beberapa hari mengalami proses pemulihan. Kulit rasanya seperti terbakar karena panas sekali.
Ting tong~~ bel pintu depan dipencet, kira-kira siapa ya sore-sore bertamu kemari?
Saat kubuka pintu, beberapa orang menyerbu ke arahku, “Annyeongsimika Kikwangieeeee~~~!!!!”
“Oh, hyung, Yoseob dan Hyunyoung? Kalian mengejutkanku.” Ucapku yang benar benar terkejut. “Oh, kalian bawa satu yeoja lagi. Siapa dia?”
Yeoja itu tersenyum lalu membungkukkan badannya, “Nee.. dangsin eul Sun Miyoung imnida. Senang berkenalan denganmu Kikwang-ah.”
“Noona ini adalah karyawan baru di midimarketku.” Jelas Yoseob. “Bulan ini dia mendapatkan gelar sebagai karyawan terbaik loh di cabang ku.”
“Wah selamat ya noona.” Aku memanggil yeoja itu noona juga karena Yoseob memanggilnya noona juga. “Selamat datang di perkumpulan kami, hehe.”
Mereka berempat duduk dan saling bercanda gurau, lalu Hyunseung hyung mendekatiku sambil sedikit berbisik…
“Bagaimana rasanya menjadi sayap hitam?” tanyanya dengan wajah polos seperti biasa. “Kudengar dari Sunghyo, proses pergantian bulunya sangat menyakitkan ya? benarkah demikian?”
Aku mengangguk sambil tersenyum puas. “Syukurlah ini semua sudah lewat. Tidak apa-apa menjadi sayap hitam karena Dongwoon. Toh aku tidak melakukan kejahatan kan karena menjadi sayap hitam?”
“Nee… hajiman, aku masih sedikit khawatir dengan obsesi Junhyung yang ingin memiliki sayap putihnya kembali.” Ungkap hyung sambil mengelus dagunya. “Bahkan aku lupa peraturan yang diciptakan untuk kita. Kalau tidak salah, salah satu dari kita akan selamanya menjadi sayap hitam apabila si sayap putih sudah menemukan pasangannya kan?”
Aku mengangguk, “Sebaiknya hyung segera mencari pasangan. Kalau tidak, mungkin hyung akan menjadi sayap hitam sepertiku. Tapi tidak apa-apa kok menjadi sayap hitam, kita kan innocent.”
“Yak, lagi-lagi bicara bahasa yang tidak jelas.” Celetuk Hyunyoung sambil bertolak pinggang. “Aku menyiapkan makan malam untukmu Kikwangie. Kami tadi membeli bahan makanan untuk oleh-olehmu yang sedang sakit. Ayo kita makan bersama.”
Aku mengangguk dan segera bangkit menuju dapur untuk mengambil makanan, “Hahaha… hyung, sepertinya yeoja kami cocok untukmu. Kenapa kau tidak menyatakan perasaanmu saja padanya? Dia menyukaimu loh.”
“Jinjjaeyo? Aku tidak akan percaya kalau hanya kau yang bilang, Kikwangie.” Sahut Hyunseung hyung yang biasanya polos kini menjadi lebih serius, “Kalau perlu, aku yang akan membuatnya bicara… dengan caraku.”

~~~~~

Sun Miyoung story…

“Gamsahabnida atas semuanya, aku sangat menikmati waktu kita berdua.” Aku membungkuk hormat pada mereka semua, termasuk Kikwang, “Yak Kikwang-ah, semoga cepat sembuh dan kembali bekerja lagi ya.”
“Sama-sama noona, selamat tahun baru ya.” Kikwang mengantar Yoseob dan aku sampai di depan gedung apartemennya dan meninggalkan kami kembali ke ruangannya. Duo hyun sudah pulang lebih dulu dari kami, jadi kami terpaksa pulang jalan kaki berdua.
“Kalian sudah berteman sejak SMA ya? Apakah kalian satu sekolah waktu itu?” tanyaku memulai pembicaraan sebelum kami melanjutkan pembicaraan.
“Nee. Kami berlima sudah bersahabat sejak SMA.” Jelas Yoseob. “Ada satu yeoja yang belum kukenalkan padamu. Namanya Park Sunghyo. Kikwang adalah namja chingu nya.”
Aku mengangguk angguk kuat, “Oh.... apa yeoja chingu nya Dongwoon juga sahabat kalian?”
“Oh benar sekali, si theme park yeoja itu juga.” Kata Yoseob gembira. “Eh, kok rasanya dingin sekali ya? Kemarilah noona, mungkin dengan saling berdekatan kita tidak akan kedinginan lagi.”
Yoseob menarik tanganku sehingga tubuh kami tidak sengaja bertubrukan. Astaga, namja ini biarpun lebih muda dariku tapi ternyata dia cukup gentle dalam memperlakukan seorang yeoja~
“Noona, kau tidak bawa kaos tangan ya?” Yoseob melihat kedua tanganku yang dimasukkan ke dalam kantung jaket. “sini, kemarikan tangan kirimu.”
“Buat apa?” aku mengangkat tangan kiriku, dan diluar dugaan. Tiba-tiba Yoseob memakaikan sebelah kaus tangannya ke tangan kiriku, lalu menggenggam tanganku dan memasukkannya ke dalam kantung jaketnya.
“Yo… yoseobie. Apa yang kau lakukan?” tanpa terasa wajahku memerah karena perlakuannya. “Apa kau tidak malu? Disini kan banyak orang.”
“Gwechana, biar saja mereka menganggap kita pasangan. Tidak apa-apa kan?” Yoseob menjawab pertanyaanku sambil tertawa tawa senang. Aduh, apa sih mau anak ini? Sudah berkali kali ia membuat wajahku merona dan membuat jantungku berdebar debar. Kepalaku jadi pusing karena aku tidak bisa menjerit saking malunya~~
“Yoseobie….” Aku memulai pembicaraan lagi dengannya. “Sejak kapan Hyunyoung menyukai Hyunseung? Apa mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih?”
“Mungkin sejak Minri dan Kikwang menjadi karyawan di salah satu toko di taman ria.” Jawab Yosoeb. “Kata Hyunyoung, ekspresi hyung yang terlihat seperti orang melamun itu sangat imut. Haha padahal menurutku Hyunseung hyung itu aneh. Ia jarang tersenyum dan ia selalu menanyakan hal yang tidak perlu, semacam lemah otak seperti itu lah.”
“Tapi… seharian ini dia selalu tersenyum kok, mungkin kau belum terlalu mengenalnya sehingga ia jarang tersenyum padamu.” Jawabku.
“Aniiyo… hanya Hyunyoung yang bisa membuatnya tersenyum entah kenapa.” Jawab Yoseob, “Biasanya ia selalu menampilkan wajah polos dengan bibir rapat kalau sedang bekerja di taman ria. Maka itulah kami kurang dekat.”
Aku mengangguk angguk lagi. “Tapi aku tidak sengaja melihat tengkuknya saat di rumah Kikwang tadi. Dia memiliki garis merah yang sangat besar sekali. Apa kau tahu apa itu?”
Wajah Yoseob yang riang berubah menjadi agak serius. Dia tampak berpikir sebentar, lalu bicara kembali. “Jinjja? Kau lihat semacam tato seperti itu? Aku tidak yakin hyung mau mengukir tubuhnya dengan tato, dia bukan orang dengan tipe seperti itu. Dia itu benar-benar polos dan selalu menanyakan sesuatu yang dikiranya aneh. Sungguh namja yang aneh.”
Hem, kenapa ya Yoseob mengatakan hal yang kurang baik terus tentang Hyunseung? Apa mereka pernah terlibat pertengkaran sengit sehingga Yoseob mengatakan hal seperti itu?
“Em…. Memang kenapa dengan Hyunseung hyung? Apa kau menyukainya?” tanya Yoseob. Aku melihat wajahnya yang agak was-was dan khawatir. Sumpah, kelakuannya aneh sekali.
“Tidak kok.” Jawabku ringan. “Jangan terlalu dipikirkan ya, aku cuman sekedar bertanya saja. Lagipula kan sudah mau tahun baru, jadi tidak usah memikirkan hal-hal seperti itu hehehehe.” Aku tertawa garing. Sungguh ucapanku barusan tidak ada sangkut pautnya dengan tahun baru, hahaha aku jadi terlihat sangat bodoh~
“Kureyo…” jawab Yoseob sambil memandangi langit yang penuh dengan ledakan kembang api. “Yak, sudah jam berapa ini? Banyak sekali kembang api yang sudah meledak.”
Aku menggeleng sambil menatap ke langit sepertinya. Selang beberapa saat, tiba-tiba aku melihat darah segar mengucur dari hidung Yoseob.
“Yo… Yoseobie, kau mimisan.” Ucapku takut. Yoseob yang kebingungan segera mengusap hidungnya dan terkejut melihat darah di tangan kirinya.
“Ah… kenapa bisa begini?” ucapnya bingung. “Apa aku kedinginan ya sampai seperti ini?”
“Bisa saja seperti itu.” Jawabku agak panik. “Jakkamanyo, aku cari kantung es dulu ya untuk hidungmu.”
Aku berlari mencari sebuah café atau swalayan yang menjual es batu. Untung saja ada swalayan yang mau memberikan es batunya secara gratis. Setelah aku berterima kasih, aku kembali ke tempat Yoseob dan melihat hidungnya bertambah banyak darah dan wajahnya makin pucat.
“Gamsahabnida noona, mungkin karena sudah jam setengah 12 ya sehingga aku mimisan seperti ini.” Ungkap Yoseob sambil mengompres hidungnya. “Cuaca musim dingin terkadang memang kejam.”
Aku menghapus bekas darah yang di lehernya sambil menahan debaran jantungku, rasanya kini aku harus jujur pada Yoseob tentang semuanya. Tentang mengapa aku pindah ke midimarket cabangnya, dan tentang yang lain….
“Yo.. Yoseobie..” ujarku ragu-ragu. “Tahukah kamu? Aku memang sengaja pindah ke midimarketmu, untuk mengalahkanmu.”
Yoseob yang sibuk dengan hidungnya lalu menatapku. “Waeyo? Apa aku melakukan kesalahan padamu?”
“Mian….” Ucapku semakin takut karena wajah Yoseob semakin keras. “Aku… hanya cemburu dengan prestasimu. Midimarketmu jauh dari midimarket tempat direktur kita beroperasi. Tapi beliau selalu memuja etos kerjamu, sementara aku yang bekerja di midimarket tempatnya tidak dipandang sekalipun olehnya. Itu membuatku frustasi.”
Airmataku pelan-pelan jatuh, akhirnya aku mengakui semuanya di depan Yoseob. “Tapi setelah kulihat cara kerjamu, kau memang sangat rajin meskipun kau melakukan kerjamu sambil mengobrol dengan teman-temanmu. Selain itu……”
Jantungku mulai berdebar debar lagi karena melihat wajah Yoseob yang tertegun dan mendengar beberapa orang mulai menghitung mundur untuk tahun baru.
“5………….!! 4………………..!! 3…………………!! 2…………………….!!”
Aku menelan ludah berkali kali untuk melancarkan kata-kata yang kali ini paling jujur dari dalam hatiku.
“1!!!”
“Yang… Yang Yoseob, dangsineul joahaeyo.” Aku menghapus pipiku yang basah karena air mata, “nomu joahaeyo~~!!”
Semua orang bersorak sorak merayakan tahun baru, sementara aku dan Yoseob duduk berhadapan. Ia tampaknya terkejut sekali, wajahnya memerah dan mulutnya sedikit terbuka karena pengakuanku barusan.
Tak kusangka, ia tersenyum dan mengangkat tangan kananku yang tidak memakai sarung tangan.
“Aku tak menyangka noona akan mengatakan hal seperti itu. Hajiman….. aku juga ingin mengatakan hal yang sama noona.” Ia mengusap tanganku di pipinya lalu menempelkannya di bibirnya yang membeku, “Nado joahae, noona. Dangsineul jeongmal joahaeyo…”

Bersambung..